Rabu, 23 Mei 2012

K-E-M-A-T-I-A-N



Dahulu, kemarin, dan esok tadi, aku belum begitu paham tentang sebuah arti “KEMATIAN”. Yang aku tahu kematian identik dengan air mata dan kehilangan. Ketika melayat pun, aku belum bisa ikut hanyut dalam suasana berkabung seperti mereka yang kehilangan. Yang aku lakukan hanya menenangkan mereka dengan berkata, “Ini sudah kehendak Allah, relakan saja beliau pergi. Jangan iringi beliau dengan air mata pilu, iringi beliau dengan doa biar kuburnya terang dan dapat ampunan dari Allah…” Ya, aku hanya mampu berucap seperti itu tanpa mengerti bagaimana kehilangan seseorang yang sangat berarti untuk hidup kita walaupun setidaknya kata-kata itu mampu sedikitnya menenangkan mereka yang kehilangan,
Tapi ya Allah, ketika giliran kematian itu menghampiri sanak saudaraku, rasanya sulit sekali diartikan. Mbah kakung tercinta yang biasanya selalu mengiringi kami, cucu-cucu dan anak-anaknya ketika berangkat sekolah dan kerja, telah di panggil Sang Khalik. Ya, tepat adzan dhuhur berkumandang jam 12.00 WIB hari senin lalu tanggal 21 Mei 2012.
Rasanya seakan-akan tidak percaya dengan kenyataan bahwa mbah kung telah tiada. Mbah kung yang selalu penuh semangat, pekerja keras, tidak suka mengeluh, dan perhatian dengan anak-anak serta cucu-cucunya harus meninggalkan kami semua.
Awalnya, kami memang sudah mempunyai firasat, ketika seminggu sebelum mbah kung sedo beliau minta di telfonkan putranya yang di Semarang, katanya kangen. Pengen ketemu. Padahal tidak biasa sekali mbah Kung seperti itu. Malah kadang mbah kung ketika masih sugeng sering pergi sendiri naik bis ke  tempat om Ahyadi kalau kangen dengan beliau.
Waktu anak-anaknya pada kumpul semua, kecuali Om Taufik, putra mbah kung yang dinas di Bandung sebagai TNI AKMIL, Mbah Kung dengan keadaan yang sangat sehat tiba-tiba bilang seperti ini, “Nanti kalau Mbah Kung sudah tidak ada, jangan rebutan warisan lho ya” dengan nada sedikit bergurau. Kami yang mendengarnya pun juga mengira itu hanya sebuah guyonan ala Mbah Kung dan tidak mengira kalau itu pesan menjelang wafatnya beliau.
Dan ketika aku, cucu ketiga Mbah Kung, yang sering dimintai mbah Kung tolong untuk ngantar beliau kemana-kemana, mengantar mbah Kung yang pengen beli jajan di mbak Mur, langganan mbah Kung. Beliau bilang seperti ini pada Mbak Mur, “Nduk, Surga ki peteng opo padang? Mbak Mur dengan wajahnya yang ramah dan penuh senyum hanya menjawab, “Yo padang tho mbah, neg peteng iku jenenge neroko”
Itu pun belum menjelaskan kepada kami bahwa itulah pesan-pesan terakhir mbah Kung kepada kami. Sungguh kami tidak mengira bahwa mbah Kung yang masih sehat wal-afiat itu telah tiada. Awalnya kami mengira mbah Kung akan dipanggil Allah ketika tragedi kecelakaan yang menyebabkan mbah Kung sempat tidak sadarkan diri dan sempat berganti rumah sakit kala itu. Tapi Allah berkendak lain. Mbah Kung sembuh dan bisa bersepeda-sepedanan seperti biasa lagi kala itu.
Dan kini, kami seakan-akan kehilangan seorang kakek yang hebat seperti mbah Kung. Sempat menangis dan pilu, tapi Allah tidak suka itu..INNALILLAHI WAINNAILAIHI ROJIUN!!
Allah, tempatkan mbah kung di surga terbaikMU. Beliau ahli ibadah ya Allah. Sungguh! Tak pernah sedikitpun beliau meninggalkan sujud disepertiga malamMu. Tak pernah sedikitpun beliau menunda seruanMU ketika para muadzinMu menyerukan namaMU. Tak pernah sedikitpun dia lalai untuk mengingatkan cucu-cucnya mengaji dan puasa wajib maupun sunah. Kami semua sayang mbah Kung, kami semua berharap mbah Kung bahagia disana ya Allah. Ampuni semua kesalahan dan dosa-dosa mbah Kung baik yang disengaja maupun tidak. Amin. Amin. Amin. Ya Robbalalamin!!!
Dessy sayang mbah Kung :*
Mohon doa bagi para pembaca untuk almarhum mbah Kakung tercinta saya (H.Moch.Kurdi). Suwun!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar